Silakan Translate.......

Minggu, 31 Maret 2013

Jaringan Sosial



Pada teori jaringan banyak di bahas tentang hubungan antara satu aktor (individu atau kelompok) dengan aktor lainnya. Salah satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan pemikiran pada tingkat makro, artinya aktor atau pelaku bisa saja individu (Wellman, 1983 dalam Ritzer, 2004), atau mungkin juga kelompok, perusahaan dan masyarakat. Kaitannya dalam hal ini teori jaringan membahas tentang hubungan yang terjadi pada tingkat struktur sosial skala luas sampai
tingkat yang lebih mikroskopik. Analisis jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan individu atau kolektivitas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Karena itu pakar analisis jaringan mencoba menghindarkan penjelasan normatif dari perilaku sosial. Mereka menolak penjelasan non struktural yang memperlakukan proses sosial sama dengan penjumlahan ciri pribadi aktor individual dan norma tertanan. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individual atau kelompok) memiliki akses berbeda terhadap sumber daya yang menilai (kekayaan, kekuasaan, informasi). Akibatnya adalah bahwa sistem yag berstruktur cenderung tersratifikasi, komponen tertentu tergantung pada komponen lain.
Teori jaringan juga memiliki beberapa prinsip logis yang merupakan tempat bersandarnya pemikiran-pemikiran teori jaringan itu sendiri. (Wellman, 1983 dalam Ritzer, 2004) yaitu:.
            1. Ikatan antar aktor biasanya dalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya.
2. Ikatan antara individu yang harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas.
3. Tersturturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non acak.
4. Adanya kelompok jaringan menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu.
5. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur didalam sebuah sistem jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tak merata.
6. Distribusi yang tampang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerjasama maupun kompetisi.
Jaringan sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana “ikatan” yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person”). Jaringan sosial tidak hanya beranggotakan pada satu individu, namun dapat juga berupa sekumpulan orang yang mewakili titik –titik seperti yang dikemukakan sebelumnya, jika tidak harus satu titik mewakili satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara.
Sementara hubungan sosial atau saling keterhubungan merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan (relatif cukup lama atau permanen) yang terakhirnya diantara mereka terikat satu sama lain dengan atau oleh seperangkat harapan yang relatif stabil (Zanden, 1990 dalam Agusyanto, 2007). Dan membership group merupakan suatu kelompok di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut (Soerjono Soekanto.2010).
Hubungan sosial bisa dipandang sebagai sesuatu yang seolah-olah merupakan sebuah jalur atau saluran yang menghubungkan antara satu orang(titik) dengan orang-orang lain dimana melalui jalur atau saluran tersebut bisa dialirkan sesuatu, misalnya barang, jasa, dan informasi. Hubungan sosial antara dua orang mencerminkan adanya pengharapan peran dari masing-masing lawan interaksinya. Tingkah laku yang diwujudkan dalam suatu interaksi sosial itu sistematik, meskipun para pelakunya belum tentu menyadarinya. Dari terwujudnya hubungan sosial yang baik maka akan memudahkan jaringan sosial berkembang. Jaringan sosial menjadi sangat penting di dalam masyarakat karena di dunia ini bisa dikatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak menjadi bagian dari jaringan-jaringan hubungan sosial dari manusia lainnya. Walaupun begitu manusia tidak selalu menggunakan semua hubungan sosial yang dimilikinya dalam mencapai tujuan-tujuannya, tetapi disesuaikan dengan ruang dan waktu atau konteks sosialnya (Agusyanto, 2007).
Ada tiga pembagian tipe keteraturan jaringan sosial menurut Epstein (1992 dalam Agusyanto, 2007), yaitu:
1. Ketentuan Struktural, dimana perilaku orang-orang teinterpretasikan dalam term tindakan-tindakan yang sesuai dengan posisi-posisi yang mereka duduki dalam suatu perangkat tatanan posisi-posisi.
2. Keteraturan Katagorikal, dimana perilaku seseorang di dalam situasi-situasi yang tidak terstruktur bisa terinterpretasi ke dalam term steriotipe-steriotipe.
3. Keteraturan Personal, dimana perilaku orang-orang, baik di dalam situasi yang terstruktur maupun tidak, bisa diinterpretasikan ke dalam pengertian-pengertian ikatan-ikatan personal yang dimiliki seseorang individu dengan orang-orang lain.
Bicara mengenai jaringan sosial tidak akan habis dalam sekali pembahasan, karena begitu kompleksnya jaringan yang terbentuk dalam masyarakat bahkan saling tumpah tidih dan memotong satu sama lain sehingga Barnes merasa perlu untuk membedakan jaringan untuk kepentingan penelitiannya, menurut Barnes (1969 dalam
Agusyanto, 2007) jaringan dibedakan atas jaringan total digunakan untuk menyebut jaringan sosial yang kompleks, dan jaringan partial untuk menyebut jaringan yang hanya berisi satu jenis hubungan sosial. Lain hal lagi bila jaringan sosial ditinjau dari tujuan hubungan sosialyang membentuk jaringan-jaringan. Beberapa pakar antropologi maupun sosiologi dari beberapa literatur mengatakan, dari sisi ini jaringan sosial dapat di bedakan dalam tiga jenis yaitu :
1.      Jaringan interest (kepentingan), terbentuk dari hubungan-hubungan sosial yanng bermuatan kepentingan.
2.      Jaringan power, hubungan-hubungan sosial yang membentuk jaringan bermuatan power. Power disini merupakan suatu kemampuan seseorang atau unit sosial untuk mempengaruhi perilaku dan pengambil keputusan orang atu unit sosial lainnya mellalui pengendalian (Adams: 1977 dalam Agusyanto, 2007).
3.      Jaringan sentiment (emosi), seperti judulnya jaringan ini terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial yang bermuatan emosi. Hubungan sosial itu sendiri sebenarnya menjadi tujuan tindakan sosial misalnya percintaan, pertemanan atau hubungan kerabat, dan sejenisnya. Struktur sosial yang terbentuk dari hubungan-hubungan emosi pada umumnya lebih mantap atau permanen.
Ketiga tipe jaringan sosial ini dalam kehidupan nyata sering kali berpotongan. Pertemuan-pertemuan tersebut membangkitkan suatu ketegangan bagi pelaku yang bersangkuatan karena logika situasional atau struktur sosial dari masing-masing tipejaringan berbeda atau belum sesuai satu sama lain. oleh karena itu, sering kali terlihat kontradiksi antara tindakan-tindakan dengan sikap yang pelaku wujudkan.

Sumber:


George Ritzer. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Ruddy Agusyanto. 2007. Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo